“Ada sukacita Natal di surga ketika banyak orang mengikut Kristus, dan Kristus tidak dimuliakan karena Dia lahir di palungan, melainkan karena Dia lahir di dalam hati yang hancur. Dan inilah hari ketika Sang Gembala membawa pulang dombanya yang hilang di atas bahuNYA, ketika gereja menyapu rumahNYA dan menemukan kepingan dirhamNYA dan mereka pun segera memanggil teman temanNYA serta tetangga, kemudian mereka bersukacita dengan kegembiraan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata kata dan kepenuhan kemuliaan atas seorang berdosa yang telah bertobat”
Bagaimana cara kita menjelaskan sukacita seperti yang dikatakan Spurgeon? Mengapa harus mempermasalahkannya? Anda harus mengakui bahwa kegembiraan adalah hal yang agak membuat penasaran. Kita tidak membahas satu bangsa atau satu kota yang bertobat, melainkan berbicara mengenai sukacita ketika “satu orang berdosa bertobat.” Bagaimana mungkin satu orang ini mampu menimbulkan sukacita yang luar biasa?
Siapa yang dapat membayangkan perilaku kita memiliki pengaruh yang sangat kuat di surga? Kita bisa hidup dan mati tanpa meninggalkan arti. Dan, tindakan kita yang paling besar di bumi tidak akan ketahuan ataupun terekam. Beranikah kita berpikir bahwa Allah sedang memperhatikan?
Menurut Yesus semua keputusan kita memiliki pengaruh pada dunia yang tak kasatmata. Tindakan kita pada keyboard bumi menekan tuts tuts piano di surga. Ketaatan kita menarik tali yang membuat menara lonceng surga berbunyi. Biarlah anak kecil memanggil, maka telinga Bapa mendengar. Ketika seorang suci meninggal, pintu gerbang surga pun terbuka. Dan yang paling penting, saat seorang berdosa bertobat, semua aktivitas berhenti, dan setiap warga surga merayakannya.
Alangkah menakjubkannya respon terhadap pertobatan kita. Surga tidak pernah berpesta untuk prestasi kita, Saat kita menggelar perayaan Natal yang meriah, ketika tim musik meraih juara festival band rohani, atau sewaktu kita mengurus youthcamp dengan baik, perayaan surgawi tidak terjadi. Saat satu jiwa diselamatkan, hati Yesus menjadi seperti langit malam tahun baru, penuh dengan ledakan kembang api kebahagiaan dan terompet sukacita.
Dapatkah sukacita yang sama terjadi pada kita? Kita mungkin berkata,”Kita melayani untuk menyenangkan Allah.” Inilah satu satunya kesenangan Allah, pertobatan manusia berdosa. Bagaimana mungkin kita dapat memikirkan hal hal lain yang dapat menyenangkan Allah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar