Sabtu, 19 November 2011

Pejabat Surga dan Pejabat Dunia



Sewaktu masih berkuliah di Bandung dulu, salah satu pemandangan yang sering menarik perhatian saya adalah ketika kota mode tersebut dilawat oleh seorang atau beberapa pejabat. Orang orang penting ini datang dengan menggunakan mobil hitam yang mewah dan mengkilap, diiringi sirine yang meraung raung di sekitarnya, menandakan keberadaan petugas keamanan yang siaga menjaga keselamatan atasan mereka ketika bahaya mengancam.

Dalam kondisi tersebut, biasanya jalan jalan utama akan di blok, dan akses pengguna jalan yang lain akan dibatasi. Tujuannya adalah agar roda empat sang pejabat dapat melaju dan membelah kota dengan nyaman, mengabaikan kemacetan yang sebenarnya merupakan bagian dari permasalahan kota ini. 
Selalu, saya bertanya dalam hati setiap kali menyaksikan hal ini.


Saya tahu, beliau datang untuk mengurusi kota ini dan juga rakyatnya (saya sangat berharap asumsi saya ini benar, walaupun kadang saya meragukannya). Tapi, mengapa fasilitasnya harus sedemikian glamor? Mobil mewah, polisi polisi atletis, blokade jalan? Lagipula, bagaimana beliau dapat merasakan solideritas bagi mereka yang terperangkap macet dan terik matahari dalam sofa sedannya yang empuk dan ber AC? Bagaimana beliau dapat merasakan mereka yang menjadi korban kriminalitas, kecopetan, pelecehan, jambret, apabila segenap patroli siap menjagai keselamatannya?

Lama saya merenungkan hal ini, dan saya mendapati bahwa dalam pelayanan, saya memiliki mental yang sama dengan pejabat negara ini.

Jika saya adalah Yesus, dengan dalih bahwa saya harus melakukan misi yang mulia, saya akan memilih fasilitas fasilitas terbaik dari surga. Saya akan memilih lahir sebagai putra Mahkota, atau putra pejabat, ketimbang anak tukang kayu. Saya akan memilih tinggal di Yerusalem, bukan kota kecil seperti Nazaret, dan kalaupun saya harus mati disalib, saya akan menegak obat bius dalam dosis yang sebanyak banyaknya hingga prosesi tersebut tidak terlalu menyakitkan.

Pada akhirnya, saya menyadari bahwa pelayanan saya sering menuntut fasilitas fasilitas yang mendukung: gembala yang peduli; teman teman yang sevisi, yang selalu bersama kita, tanpa perseteruan, tanpa pertikaian dan perselisihan; jemaat yang mudah diatur, orang tua dari murid murid sekolah Minggu yang mau diajak bekerja sama.

Saya menyadari bahwa saya sering mengeluh kepada langit ,”Kalau saya punya gaji sekian, saya akan menyantuni mereka yang kurang beruntung setiap bulannya, Kalau saya sudah memiliki rumah sendiri, saya akan mengadakan persekutuan pemuda tiap tengah minggu, apabila saya memiliki kendaraan roda empat, saya akan melibatkan diri dalam antar jemput jemaat, apabila saya memiliki printer yang bagus, saya akan berani membuat bulletin gratis yang akan saya bagikan ke persekutuan persekutuan.”

Tetapi syukur kepada Allah, Pejabat Surga telah menyadarkan saya, apapun yang terjadi, dalam kondisi bagaimanapun, MisiNYA haruslah tetap saya kerjakan di muka bumi ini, tanpa terlalu banyak menuntut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar