Senin, 05 Desember 2011

Kunci Sukses: Fokus

Kunci kesuksesan Yesus menunaikan misiNYA terletak pada kemampuanNYA untuk tetap terfokus pada amanat Bapa dalam kondisi bagaimanapun.
Ketika Yesus memandang diriNYA, Ia dapat melihat berbagai macam kemungkinan yang menggoda. Menjadi Raja dunia adalah salah satunya, perhatikan kisah dalam Yohanes 6v15, ketika itu orang-orang melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, dan berkata "Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia." Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, Bayangkan betapa menariknya tawaran ini, dan apabila menjadi Yesus, sebagian besar dari kita akan memilih untuk mengikuti tawaran ini, menjadi raja dunia, melepaskan Israel dari Roma, menaklukkan bangsa bangsa kafir lainnya, dan melupakan  salib Golgota.

Kesuksesan yang Lain

Ketika menceritakan atau memberikan nasehat mengenai kesuksesan, para pengajar Alkitab kita biasanya mengambil nama nama seperti Abraham, Yusuf, Yoshua, atau Daniel. Abraham diberkati dengan ternak dan budak belian dalam jumlah yang melimpah, Yusuf menjadi orang kedua di bawah Pharaoh yang memerintah Mesir, Yoshua memimpin laskar Israel menduduki Kanaan dan meruntuhkan tembok Yerikho, Daniel memegang posisi penting di Babilonia. Merekalah nama nama yang  pertama disebut ketika kita mebicarakan kesuksesan.
Mereka terhormat, memiliki kekayaan, wibawa dan kedudukan yang prestisius. Tapi sebentar, jika itu ukuran kesuksesan, maka dimanakah kita akan menempatkan nama nama seperti Paulus, Petrus, Yakobus, Stefanus, para Rasul, bahkan Yesus sendiri?



Kesuksesan Yesus


Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya (Yohanes 19v30)
 Apakah yang menyebabkan Yesus mengatakan hal tersebut? Apakah kata kata itu merupakan keluhan sebagai respon  penderitaan hebat yang dialami Putra Allah? Kita tahu benar bahwa prosesi penyaliban itu begitu mengerikan, tapi pastinya bukan itu yang menyebabkan Yesus berkata demikian.

Sabtu, 19 November 2011

Kisah Sukses



Renungkan sebuah kisah dari Reader’s Digest edisi Februari 1998 yang menceritakan sepasang suami istri yang “pensiun lebih awal” dari pekerjaan mereka di Timur laut lima tahun yang lalu, Sang suami berusia 59 tahun dan Sang istri berusia 51 tahun. Mereka menikmati hari tua mereka dengan tinggal di Punta gorda Florida, di mana mereka berkeliling dengan kapal penangkap ikan sepanjang 30 kaki yang telah mereka miliki dari kekayaan  mereka, bermain softball dan mengumpulkan kerang.
Mari kita jujur, ketika kita membacanya, kita akan berpikir inilah kisah sukses ideal yang diinginkan banyak orang.

Prolog



Jika Anda diminta untuk menyebutkan deretan tokoh atau oknum yang Anda anggap sukses, nama nama siapa sajakah yang akan Anda tuliskan? Bill Gates? Donald Trump? Albert Einstein? Cristiano Ronaldo? Elvis Preasley? Mereka adalah multibilioner, entrepreneur fenomenal, ilmuwan jenius,  artis dan penyanyi brilian. Penghasilan mereka dapat mendanai anggaran rumah tangga Anda selama ratusan tahun, nama mereka diabadikan dan dikenang, Ibu ibu menjadikan mereka role model bagi anak anak, sementara para ayah menceritakan kisah sukses mereka pada para putera, cerita dan autobiografi mereka dikutip dan diceritakan oleh para motivator dan bahkan para pengajar.
Inilah kesuksesan yang diakui dunia: kaya, terkenal, glamor dan dipuja. Dan, dalam skala yang mungkin jauh lebih kecil,  inilah impian impian kita, bukan? Kita ingin memiliki penghasilan yang baik (bahkan mungkin lebih), hidup nyaman, keluarga yang harmonis.
Tetapi benarkah demikian cara Alkitab memandang sebuah kesuksesan? Bagaimana Allah menanggapi dan berkomentar tentang keberhasilan? Bagaimana kesuksesan dilihat dari lensa kekekalan? Dan apakah kita telah mencapai keberhasilan keberhasilan yang diharapkan Allah?

Menilai Pelayanan Kita


Pejabat Surga dan Pejabat Dunia



Sewaktu masih berkuliah di Bandung dulu, salah satu pemandangan yang sering menarik perhatian saya adalah ketika kota mode tersebut dilawat oleh seorang atau beberapa pejabat. Orang orang penting ini datang dengan menggunakan mobil hitam yang mewah dan mengkilap, diiringi sirine yang meraung raung di sekitarnya, menandakan keberadaan petugas keamanan yang siaga menjaga keselamatan atasan mereka ketika bahaya mengancam.

Dalam kondisi tersebut, biasanya jalan jalan utama akan di blok, dan akses pengguna jalan yang lain akan dibatasi. Tujuannya adalah agar roda empat sang pejabat dapat melaju dan membelah kota dengan nyaman, mengabaikan kemacetan yang sebenarnya merupakan bagian dari permasalahan kota ini. 
Selalu, saya bertanya dalam hati setiap kali menyaksikan hal ini.

Jemari Lentik Mempelai Cantik


Salah satu bagian tubuh yang merekam kisah hidup kita adalah jemari tangan kita. Perhatikanlah jari jari tangan Anda, perhatikan detail buku buku maupun garis garisnya. Pelajari dengan seksama, maka Anda akan menemukan kembali momen momen kehidupan Anda. Tangan merekam dan meninggalkan bukti nyata tentang apa yang telah kita lakukan.
Tangan seorang pemain gitar, tangan seorang penjahit, tangan penangkap ikan, tangan pekerja bangunan, tangan seorang desainer. Anda akan mendapati tangan tangan mereka begitu unik dan khas.
Bagaimana apabila kita menyelidiki tangan Yesus dan melihat rekaman hidupNYA? Jari jari pertama Yesus menyapa udara malam Betlehem, di sebuah kandang yang hina. Jemari yesus, tangan Ilahi yang menghamparkan jagad raya, kini menjelma menjadi jemari mungil tak berdaya. Keilahian yang menyusut dalam bentuk manusia yang rapuh.

Empat (dari sekian banyak) Hal yang harus dimiliki seorang pelayan


1. Melibatkan Allah
Melayani tanpa melibatkan Allah sama halnya dengan bermain bola bersama Lionel Messi tanpa pernah memberikan operan kepadanya. Iblis tidak akan gentar ketika melihat kita mencurahkan energi habis habisan untuk pelayanan, namun dia akan ketakutan ketika kita melibatkan Allah yang MahaKuasa dalam pertempuran. Oleh sebab itu, kita sebagai para pelayan harus memiliki jam jam doa khusus yang dinaikkan bersama sama, mengangkat pekerjaan Allah bersama, bersehati, dan dengan rendah hati mengakui keterbatasan kita, dan membiarkan campur tangan Allah. Berikan bolanya pada Allah, dan biarkan aksi fantastisNYA mengobrak abrik lawan.
Pelayanan tanpa disertai doa sama halnya dengan menganggap Allah tidak perlu bertindak, dan merasa diri kita cukup hebat untuk mengatasi semua masalah sendirian.
Aplikasi: Perhatikan pelayanan kita, berapa lama waktu yang kita berikan pada Allah dalam jam jam doa kita bersama? Berapa lama waktu yang kita gunakan untuk rapat? Apakah kita lebih banyak duduk dalam rapat ataukah berlutut dalam doa?

Q and A seputar pelayanan

Berikut ini adalah beberapa pertanyaan mengenai pelayanan

Q: Mengapa tujuan akhir kita haruslah keselamatan? Mengapa bukan hal yang lain?
A: Untuk apakah Yesus datang ke dunia? Untuk apakah Dia menukar Istana Surga dengan kandang domba? Menjadi filsuf? Memegang kekuasaan politik? Tidak. Untuk apakah Dia menderita dan mencurahkan darah? Melihat tim musik memenangkan festival band rohani? Untuk melihat pengurus sukses menggelar acara meriah? Lebih dari itu, Yesus dan warga surga bersukacita ketika satu orang bertobat dan diselamatkan.

Surga yang Bersukacita

Charles Spurgeon:
“Ada sukacita Natal di surga ketika banyak orang mengikut Kristus, dan Kristus tidak dimuliakan karena Dia lahir di palungan, melainkan karena Dia lahir di dalam hati yang hancur. Dan inilah hari ketika Sang Gembala membawa pulang dombanya yang hilang di atas bahuNYA, ketika gereja menyapu rumahNYA dan menemukan kepingan dirhamNYA dan mereka pun segera memanggil teman temanNYA serta tetangga, kemudian mereka bersukacita dengan kegembiraan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata kata dan kepenuhan kemuliaan atas seorang berdosa yang telah bertobat”

Bagaimana cara kita menjelaskan sukacita seperti yang dikatakan Spurgeon? Mengapa harus mempermasalahkannya? Anda harus mengakui bahwa kegembiraan adalah hal yang agak membuat penasaran. Kita tidak membahas satu bangsa atau satu kota yang bertobat, melainkan berbicara mengenai sukacita ketika “satu orang berdosa bertobat.” Bagaimana mungkin satu orang ini mampu menimbulkan sukacita yang luar biasa?

Tujuan Kita


Tanpa Kepala: Motivasi Sejati Pelayanan



Gereja, atau pelayanan yang kita lakukan nampaknya memiliki tanggung jawab sosial. Memberikan sumbangan pada mereka yang kekurangan, mengulurkan tangan pada korban bencana alam, mendidik dan menggembleng anak anak dalam kebaktian. Harus kita akui, ratusan tugas mulia ini juga dilakukan oleh lembaga lembaga sekuler, seperti sekolah, panti asuhan, institusi institusi pendidikan, Palang Merah, rumah sakit, dan lain sebagainya.
Pertanyaannya adalah: Apakah alasan atau tujuan di balik kegiatan pelayanan kita sama dengan alasan dunia atau lembaga lembaga sekuler menyelenggarakan aksinya?

Kemanakah Arah Pelayanan Kita Selama Ini?



Suatu Tujuan


Bayangkan kita berada pada sebuah kapal yang terapung apung di lautan luas tanpa tujuan berlabuh yang jelas, tanpa sorang navigator yang handal dan peralatannya, serta peta perjalanan yang nampaknya enggan kita sentuh. Perjalanan seperti ini bukan saja tidak berarti, namun juga berbahaya.